Sabtu, 26 April 2014

H Armis Musa, Ingin Sejarah Islam Tetap Di Aceh

Sabtu, 26 April 2014
Serambi Indonesia
H Armis Musa, Ingin Sejarah Islam Tetap Di Aceh
H Armis Musa(AYAH), Pimpinan Dayah Al-Madinatul Munawwarah Al- Waliyah, Desa Kampung Beusa Seberang, Kecamatan Peureulak Barat, Aceh Timur
Dayah Al-Madinatul Munawwarah Al-Waliyyah, di Desa Kampung Beusa Seberang, Kecamatan Peureulak Barat, Aceh Timur, atau sekitar 16 kilometer sebelah timur dari ibu kota Kabupaten Aceh Timur, Idi Rayeuk.

Adalah H Armis Musa (55) yang beristrikan Hj Syattariah (40) itu dikarunia lima orang anak yakni, Mulyani (20), Amirul Mukminin (15) Aminah (Alm), serta Muhammad (9) dan Tihasanah (4).

Sejak usia muda, H Armis punya cita-citan ingin mendirikan dayah sebagai wadah tempat mengasuh generasi muda dalam bidang agama. Keyakinannya itu juga diaktualisasikan dengan perbuatan nyata. Karena itu Tgk Armis telah mewakafkan tanahnya seluas 3.600 meter persegi tempat berdirinya dayah yang kini dimpimpinya itu. Karena itu pula ia berprinsip lembaga pendidikan agama Islam non formal itu harus tetap berjalan hingga dirinya menghadap Allah Swt kelak. “Niat saya mendirikan dayah juga didukung oleh masyarakat, sehingga tempat pengajian ini bisa dibangun bersama-sama,”ujar Tgk Armis.

Katanya, Dayah Al Madinatul Munawwarah Al-Waliyyah itu dibangun pada tahun 2002. Awalnya hanya terwujud bangunan berupa satu balai pengajian berukuran sekitar 5X6 meter yang terbuat dari sampingan papan. sesuai dengan kondisi zaman dan penambahan murid yang ada, kini sudah memiliki sekitar 1.000 lebih santri, yang berasal dari sejumlah kabupaten/kota di Aceh.

“Jadi santri di sini ada anak yatim 113 orang, anak dari kalangan fakir miskin 30 orang, serta santri dari masyarakat biasa 200 orang. Selanjutnya jemaah suluk sekitar 200 orang,”sebut Tgk Armis. Menurut H Armis, pada awal berdirnya dayah hanya ada sekitar 30 santri. Katanya, saat itu yang para pengasuh hanya diajarkan semta-mata ilmu agama, sehingga terus berkembang menjadi sembilan unit pendidikan. Tidak hanya itu, para guru maupun santri yang telah dewasa juga diajarkan ketrampilan ekonomi serta agrobisnis. “Jadi dalam hal ini, kita mengkatagorikan santri dewasa apabila sudah dapat membaca kitab iaannah dan Kitab Mahli,”ungkapnya.(na)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar